Montir Molk Populer
-
NB : Artikel yg saya tulis tanggal 5 Februari 2013 ini adalah Artikel Pengalaman saya murni dalam lubuk hati yg terdalam untuk anda yg...
-
Artikel ini “NETRAL”. Israel adalah sebuah Negara Kecil yg berpenduduk 7.500.000 juta jiwa, Umumnya mereka disebut sebagai orang “Yahudi” d...
-
Baru aja rasanya kemarin kita ngeresmiin “ 4 Kapal Rudal Pemukul Cepat ” sebagai Pendamping “ Kapal Induk Indonesia Masa Depan ” yg masih da...
-
Produksi mobil listrik canggih yang digadang-gadang setara dengan Ferrari oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah berjalan beberapa hari. Pro...
-
Botakers adalah sebutan bagi anda yg mengalami masalah dengan kerontokan rambut. Biasanya dan umumnya penyebab botak adalah karena Perubahan...
Minggu, 06 Februari 2011
Apa itu Android OS
ANDROID OS
Google merupakan perusahaan yang dibentuk oleh dua orang pemuda yang bernama Larry Page dan Sergey Brin. Perusahaan ini bukan hanya sukses dengan aplikasi mesin pencari di Internet, selain menebar puluhan fasilitas gratis di Internet, kini Google telah memasuki produk perangkat genggam yang dikenal dengan nama Google Phone (G1). Google Phone generasi pertama (G1) dijejali dengan sistem operasi buatannya sendiri yang diberi nama Android.
Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis Linux. Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri dan untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak (mobile device). Hal ini memungkinkan para pengembang menulis kode terkelola (managed code) dalam bahasa pemrograman Java, mengontrol peranti via perpustakaan Java yang dikembangkan Google.
Sistem operasi Android buatan Google akan meramaikan dunia pasar smartphone. Hampir semua vendor ponsel kecuali Nokia siap mengadopsi teknologi ini. Sistem operasi Android menjadi pilihan yang baik bagi vendor-vendor smartphone karena memiliki biaya lisensi lebih murah dan sifatnya yang semi open source. Tidak hanya itu, Android tentunya akan support dengan berbagai layanan dari Google.
Tidak hanya untuk ponsel, Android merupakan sistem operasi yang fleksible, dia tidak hanya dipasang pada perangkat telepon pintar saja, tapi Android jugs bisa dipasang di Netbook. Semua fungsi yang dimiliki Android bisa berjalan baik pada Netbook, termasuk sound card, VGA card dan wireless card untuk mengakses Internet, namun tanpa fungsi telepon dan tanpa fungsi layar sentuh tentunya. Tidak menutup kemungkinan jika pada waktu yang akan datang akan ada Netbook yang dijejali dengan sistem operasi Android yang dibuat secara massal, lengkap dengan kemampuan layar sentuhnya, karena Google memang berencana akan menggunakan Android untuk perangkat apapun. Google sepertinya memang telah memiliki visi yang mantap dengan mebuat sistem operasi Android ini, karena untuk menjalankan Android kita tidak memerlukan sumber daya yang besar, bahkan sangat kompatible dengan ARM prosesor yang berharga lebih murah dan lebih hemat daya. Hal ini memungkinkan bagi pihak pengembang untuk membuat produk yang lebih murah, hemat daya, lebih dinamis dan ini akan memberikan gelombang baru pada dunia komputasi kita saat ini.
Kelebihan :
- Open Source, yang berarti kita dapat memodifikasi bahkan menyempurnakan dari yang sudah ada dan membuat aplikasinya tanpa terbentur dengan seleksi atau batasan batasan dari pihak – pihak tersebut. Bisa saja nanti ada OS Android versi Indonesia.
- Lebih murah. Tidak semahal Iphone atau PDA yang menggunakan OS Windows Mobile.
- Karena pengembangannya gratis, maka aplikasinya pun rata-rata gratis, sehingga tidak perlu bayar untuk donwnload dan menginstall aplikasi di Android.
- Pemakaiannya mudah alias tidak ribet (menurut orang yang sudah memakai Ponsel G1 dengan OS Android)
- Stabil dan aman, tidak seperti windows yang terkadang ngehang atau bahkan terkena virus.
Kekurangan :
Karena masih baru, maka belum banyak aplikasi yg tersedia untuk android, tidak seperti iPhone atau WinOS yg sudah banyak aplikasinya.
- Bagi orang yg belum pernah memakainya mungkin akan sedikit membingungkan.
- Masih sedikit yg memakai OS ini
Sumber Materi : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/tentang-android-os/
Mengolah Buah Ganitri, Raih Omzet Ratusan Juta Rupiah
Posted on 12 November 2007 by Eduar Lase
Peluh membasahi tubuh Komari usai menebang 20 pohon kelapa di halaman rumahnya. Aksi tebang pohon berumur 70 tahun itu keruan mengundang tawa warga Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Kelapa yang serbaguna itu tumbang satu per satu. Di bekas lahan kelapa itulah ia menanam 73 bibit ganitri.
Empat tahun usai aksi tebang pohon itu, pada Juni 2002 orang-orang yang dulu menertawakan terperangah. Ketika itu Komari menuai 30 kg buah ganitri hanya dari 8 pohon. Omzet yang diraih Komari mencapai Rp8-juta.
‘Memanen biji ganitri jauh menguntungkan dibanding kelapa,’ ujar pria kelahiran Cilacap 31 Desember 1925 itu. Bila sebatang kelapa menghasilkan 10 buah per bulan, ia paling-paling mengantongi Rp10.000 per pohon. Di kota minyak itu harga sebuah Cocos nucifera hanya Rp1.000.
Pendapatan itu lebih kecil ketimbang hasil penjualan ganitri, ‘Panen perdana satu pohon ganitri menghasilkan Rp250.000-Rp1,3-juta. Itu belum termasuk panen susulan,’ kata pensiunan perangkat desa itu. Tinggi rendahnya pendapatan itu lantaran ukuran biji yang tak seragam dari setiap pohon. Padahal, biji klitri-sebutannya di Madura-dihargai berdasarkan ukuran. Semakin kecil ukuran biji, kian tinggi harganya.
Naik terus
Menurut Komari, ‘Dari satu pohon belum tentu ada yang berukuran kecil.’ Biji ganitri dikelompokkan dalam 11 nomor, nomor 1-ukuran diameter 5 mm-adalah yang terkecil dan termahal. Nomor berikutnya setiap kenaikan 0,5 mm. Kelas 1-9 dihargai per butir, sedang nomor 10 dan 11 dihargai per kilogram.
Sejak pamornya naik, harga itu tak pernah turun, bahkan terus naik. Pada 1960 harga sebuah biji kelas 1 Rp0,5; sekarang, Rp152. Bandingkan dengan harga biji kelas 10 berukuran 9,5 mm mencapai Rp11.000 per kg; nomor 11 berukuran di atas 10 mm, Rp2.000 per kg. Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun. Harga sebuah biji nomor 9 ukuran 9 mm- Rp10.
‘Kelihatannya murah, tapi bila diakumulasikan bisa mencapai jutaan rupiah per pohon,’ papar ayah 3 anak itu. Dari sebuah pohon, biji yang termasuk kelas 1-9 tak sampai 20%. Pada panen perdana ketika pohon berumur 4 tahun, produksi mencapai 350.000 butir. Pekebun memanen buah pada September-Februari.
Varietas yang dibudidayakan Komari berproduksi ketika berumur 2 tahun; jenis lokal, umur 6-7 tahun. Batang varietas super lebih pendek sehingga memudahkan panen. Jenis super berumur 4 tahun tingginya 4 meter; lokal, 10-15 meter. Nah, jenis super itu lebih banyak menghasilkan biji kelas 1- 9. Dengan jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. ‘Setengahnya sudah berbuah dan siap panen 2 bulan mendatang,’ kata pria 72 tahun itu.
Di Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, Komari bukan satu-satunya pekebun ganitri. Saat ini terdapat 70 pekebun yang membudidayakan pohon anggota famili Elaeocarpaceae itu di Cilacap. Setelah Komari sukses meraup laba besar, mereka ingin mengikuti jejaknya. Rata-rata mereka menanam 2-10 pohon mata dewa alias ganitri di pekarangannya.
Belum dikebunkan
Untuk apa biji ganitri itu? Pemeluk agama Hindu menggunakan biji ganitri sebagai sarana peribadatan. Biji-biji itu diuntai membentuk rangkaian seperti tasbih bagi penganut Islam atau rosario bagi kaum Nasrani. Itulah sebabnya pasar terbesar biji ganitri ke India dan Nepal. Negara di Asia Selatan itu penganut Hindu terbesar. Tak hanya itu, ganitri dipercaya berkhasiat obat berbagai penyakit (baca: Mata Siwa Penyapu Polutan halaman 116).
Di Indonesia ganitri lebih dikenal sebagai pohon pelindung. ‘Tak banyak orang Indonesia yang mengebunkannya,’ tutur Soma Temple, pengusaha ganitri di Bali. Itulah sebabnya Soma kadang-kadang kesulitan mencari bahan baku dan harus mengimpor dari India dan Nepal. Di bawah label Aum Rudraksha, ia rutin memasarkan minimal 100 mala alias tasbih ganitri ke Australia, Jepang, dan Italia. Harga termurah berkisar Rp50.000-Rp80.000. Jika menginginkan desain khusus, harganya lebih mahal.
Selain di Cilacap, sentra penanaman ganitri juga ada di Desa Gadungrejo, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah. Menurut staf Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen, Supono, total penanaman 35 ha dengan produksi per ha mencapai 1,9 ton. Kasimun dan Jasmin, membudidayakan masing-masing 18 dan 8 pohon jenis super di lahan 1.875 m2 dan 200 m2.
Panen perdana 3 pohon milik Jasmin berlangsung pada April 2007. Ia menuai 6.000 biji kelas 5, 5.000 biji (4), 3.000 biji (3), 2.000 biji (2), dan 750 biji (1). Sisanya masuk nomor 10-11. Dari penjualan itu Jasmin mengantongi Rp2,1-juta. Ia pun berhasrat menambah populasi pohon hingga 20 batang.
Laba itu memang terbilang besar. Sebab, biaya pemeliharaan sebatang pohon rudraksa relatif kecil. Komari hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman. Artinya, dari 3 pohon milik Jasmin yang sudah berproduksi, menelan biaya Rp22.500. Harga sebuah bibit sambung susu Rp100.000. Hasilnya mencapai jutaan rupiah dalam setahun.
Palsu
Bukan berarti usaha Kasimun selalu mulus. Awal menanam 40 bibit sambung susu yang didatangkan dari Cilacap mati menyisakan 18 batang saja. Kerugian yang dideritanya sekitar Rp2-juta. ‘Bibit patah karena tak tahan diterpa angin,’ kata Kasimun. Tak mau mengulangi kisah pahit itu, ia selalu memberi ajir setiap bibit yang baru ditanam dengan bambu sampai umur 1,5 tahun. Hama yang ditemui biasanya berupa ulat cokelat yang makan dan bersarang di dalam batang muda. Akibatnya tanaman kering dan mati. Jika hambatan teratasi, peluang bisnis ganitri masih terbentang.
Biji Elaeocarpus ganitrus dapat dijual dalam keadaan basah maupun kering. Namun, kebanyakan pekebun menjual kering lantaran keuntungan lebih besar. Dalam keadaan basah, biji kelas 1 dapat digolongkan nomor 3 karena kulit pembungkus biji cukup tebal. Apalagi mengupas kulit buah mudah dilakukan. Pekebun biasanya merebus buah ganitri dalam air mendidih selama 2 jam. Setelah kulit luar melunak, pekebun membersihkan dan menjemurnya selama 18 jam.
Pekebun seperti Komari menyetorkan biji kering kepada eksportir di Jakarta. ‘Berapa pun volumenya diambil,’ katanya. Eksportir membutuhkan 320 ton ganitri sekali kirim. Syaratnya biji ganitri harus cerah. Dibutuhkan saringan untuk menyeleksi biji ganitri dalam 11 kelompok dan menghitung jumlah biji setiap kelas.
Berapa pun harganya, selalu dibayar tunai. Dari setiap kelas yang ia beli, Komari mengutip minimal Rp10 per butir. Setiap musim panen rata-rata ia membeli hingga 1,5 ton ganitri dengan total pembelian seharga Rp600-juta. Sebagai pengepul, laba bersihnya lebih dari Rp100-juta per bulan.
Menurut Indian Times, setiap tahun jutaan biji rudaksa asal Indonesia masuk ke India. Nilai transaksi diestimasi mencapai Rp500-miliar. Kelangkaan dan tingginya kebutuhan itu memunculkan penjual nakal yang memperdagangkan biji ganitri palsu. Tidak semestinya berbisnis pengingat Tuhan kok menyediakan mala palsu. |sumber:tbs
Filed under: Pertanian
Posted on 12 November 2007 by Eduar Lase
Peluh membasahi tubuh Komari usai menebang 20 pohon kelapa di halaman rumahnya. Aksi tebang pohon berumur 70 tahun itu keruan mengundang tawa warga Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Kelapa yang serbaguna itu tumbang satu per satu. Di bekas lahan kelapa itulah ia menanam 73 bibit ganitri.
Empat tahun usai aksi tebang pohon itu, pada Juni 2002 orang-orang yang dulu menertawakan terperangah. Ketika itu Komari menuai 30 kg buah ganitri hanya dari 8 pohon. Omzet yang diraih Komari mencapai Rp8-juta.
‘Memanen biji ganitri jauh menguntungkan dibanding kelapa,’ ujar pria kelahiran Cilacap 31 Desember 1925 itu. Bila sebatang kelapa menghasilkan 10 buah per bulan, ia paling-paling mengantongi Rp10.000 per pohon. Di kota minyak itu harga sebuah Cocos nucifera hanya Rp1.000.
Pendapatan itu lebih kecil ketimbang hasil penjualan ganitri, ‘Panen perdana satu pohon ganitri menghasilkan Rp250.000-Rp1,3-juta. Itu belum termasuk panen susulan,’ kata pensiunan perangkat desa itu. Tinggi rendahnya pendapatan itu lantaran ukuran biji yang tak seragam dari setiap pohon. Padahal, biji klitri-sebutannya di Madura-dihargai berdasarkan ukuran. Semakin kecil ukuran biji, kian tinggi harganya.
Naik terus
Menurut Komari, ‘Dari satu pohon belum tentu ada yang berukuran kecil.’ Biji ganitri dikelompokkan dalam 11 nomor, nomor 1-ukuran diameter 5 mm-adalah yang terkecil dan termahal. Nomor berikutnya setiap kenaikan 0,5 mm. Kelas 1-9 dihargai per butir, sedang nomor 10 dan 11 dihargai per kilogram.
Sejak pamornya naik, harga itu tak pernah turun, bahkan terus naik. Pada 1960 harga sebuah biji kelas 1 Rp0,5; sekarang, Rp152. Bandingkan dengan harga biji kelas 10 berukuran 9,5 mm mencapai Rp11.000 per kg; nomor 11 berukuran di atas 10 mm, Rp2.000 per kg. Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun. Harga sebuah biji nomor 9 ukuran 9 mm- Rp10.
‘Kelihatannya murah, tapi bila diakumulasikan bisa mencapai jutaan rupiah per pohon,’ papar ayah 3 anak itu. Dari sebuah pohon, biji yang termasuk kelas 1-9 tak sampai 20%. Pada panen perdana ketika pohon berumur 4 tahun, produksi mencapai 350.000 butir. Pekebun memanen buah pada September-Februari.
Varietas yang dibudidayakan Komari berproduksi ketika berumur 2 tahun; jenis lokal, umur 6-7 tahun. Batang varietas super lebih pendek sehingga memudahkan panen. Jenis super berumur 4 tahun tingginya 4 meter; lokal, 10-15 meter. Nah, jenis super itu lebih banyak menghasilkan biji kelas 1- 9. Dengan jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. ‘Setengahnya sudah berbuah dan siap panen 2 bulan mendatang,’ kata pria 72 tahun itu.
Di Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, Komari bukan satu-satunya pekebun ganitri. Saat ini terdapat 70 pekebun yang membudidayakan pohon anggota famili Elaeocarpaceae itu di Cilacap. Setelah Komari sukses meraup laba besar, mereka ingin mengikuti jejaknya. Rata-rata mereka menanam 2-10 pohon mata dewa alias ganitri di pekarangannya.
Belum dikebunkan
Untuk apa biji ganitri itu? Pemeluk agama Hindu menggunakan biji ganitri sebagai sarana peribadatan. Biji-biji itu diuntai membentuk rangkaian seperti tasbih bagi penganut Islam atau rosario bagi kaum Nasrani. Itulah sebabnya pasar terbesar biji ganitri ke India dan Nepal. Negara di Asia Selatan itu penganut Hindu terbesar. Tak hanya itu, ganitri dipercaya berkhasiat obat berbagai penyakit (baca: Mata Siwa Penyapu Polutan halaman 116).
Di Indonesia ganitri lebih dikenal sebagai pohon pelindung. ‘Tak banyak orang Indonesia yang mengebunkannya,’ tutur Soma Temple, pengusaha ganitri di Bali. Itulah sebabnya Soma kadang-kadang kesulitan mencari bahan baku dan harus mengimpor dari India dan Nepal. Di bawah label Aum Rudraksha, ia rutin memasarkan minimal 100 mala alias tasbih ganitri ke Australia, Jepang, dan Italia. Harga termurah berkisar Rp50.000-Rp80.000. Jika menginginkan desain khusus, harganya lebih mahal.
Selain di Cilacap, sentra penanaman ganitri juga ada di Desa Gadungrejo, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah. Menurut staf Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen, Supono, total penanaman 35 ha dengan produksi per ha mencapai 1,9 ton. Kasimun dan Jasmin, membudidayakan masing-masing 18 dan 8 pohon jenis super di lahan 1.875 m2 dan 200 m2.
Panen perdana 3 pohon milik Jasmin berlangsung pada April 2007. Ia menuai 6.000 biji kelas 5, 5.000 biji (4), 3.000 biji (3), 2.000 biji (2), dan 750 biji (1). Sisanya masuk nomor 10-11. Dari penjualan itu Jasmin mengantongi Rp2,1-juta. Ia pun berhasrat menambah populasi pohon hingga 20 batang.
Laba itu memang terbilang besar. Sebab, biaya pemeliharaan sebatang pohon rudraksa relatif kecil. Komari hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman. Artinya, dari 3 pohon milik Jasmin yang sudah berproduksi, menelan biaya Rp22.500. Harga sebuah bibit sambung susu Rp100.000. Hasilnya mencapai jutaan rupiah dalam setahun.
Palsu
Bukan berarti usaha Kasimun selalu mulus. Awal menanam 40 bibit sambung susu yang didatangkan dari Cilacap mati menyisakan 18 batang saja. Kerugian yang dideritanya sekitar Rp2-juta. ‘Bibit patah karena tak tahan diterpa angin,’ kata Kasimun. Tak mau mengulangi kisah pahit itu, ia selalu memberi ajir setiap bibit yang baru ditanam dengan bambu sampai umur 1,5 tahun. Hama yang ditemui biasanya berupa ulat cokelat yang makan dan bersarang di dalam batang muda. Akibatnya tanaman kering dan mati. Jika hambatan teratasi, peluang bisnis ganitri masih terbentang.
Biji Elaeocarpus ganitrus dapat dijual dalam keadaan basah maupun kering. Namun, kebanyakan pekebun menjual kering lantaran keuntungan lebih besar. Dalam keadaan basah, biji kelas 1 dapat digolongkan nomor 3 karena kulit pembungkus biji cukup tebal. Apalagi mengupas kulit buah mudah dilakukan. Pekebun biasanya merebus buah ganitri dalam air mendidih selama 2 jam. Setelah kulit luar melunak, pekebun membersihkan dan menjemurnya selama 18 jam.
Pekebun seperti Komari menyetorkan biji kering kepada eksportir di Jakarta. ‘Berapa pun volumenya diambil,’ katanya. Eksportir membutuhkan 320 ton ganitri sekali kirim. Syaratnya biji ganitri harus cerah. Dibutuhkan saringan untuk menyeleksi biji ganitri dalam 11 kelompok dan menghitung jumlah biji setiap kelas.
Berapa pun harganya, selalu dibayar tunai. Dari setiap kelas yang ia beli, Komari mengutip minimal Rp10 per butir. Setiap musim panen rata-rata ia membeli hingga 1,5 ton ganitri dengan total pembelian seharga Rp600-juta. Sebagai pengepul, laba bersihnya lebih dari Rp100-juta per bulan.
Menurut Indian Times, setiap tahun jutaan biji rudaksa asal Indonesia masuk ke India. Nilai transaksi diestimasi mencapai Rp500-miliar. Kelangkaan dan tingginya kebutuhan itu memunculkan penjual nakal yang memperdagangkan biji ganitri palsu. Tidak semestinya berbisnis pengingat Tuhan kok menyediakan mala palsu. |sumber:tbs
Filed under: Pertanian
Jumat, 04 Februari 2011
Budidaya Ganitri Meraup Rupiah
Oleh Wagino
Senin, 19 Nopember 2007 21:44
Pohon ganitri yang sedang berbunga
KESUGIHAN, (Cimed) - Banyak pilihan budidaya tanaman yang mampu menghasilkan rupiah. Bila anda mempunyai lahan pekarangan namun belum menghasilkan atau kalau pun menghasilkan hanya sekedarnya. Segera manfaatkan menjadi lahan yang menghasilkan rupiah yang tidak sedikit jumlahnya.
Salah satu pilihannya yakni budidaya ganitri atau mata dewa. Tercatat saat ini Cilacap tepatnya Desa Dondong, Kec. Kesugihan menjadi salah satu sentra dan pemasok buah ganitri untuk diekspor ke India.
Di Desa Dondong sedikitnya ada 70 pekebun yang tengah budidaya ganitri, namun yang tergolong petani besar hanya dua yakni Komari dan Alm. H. Tahrir dengan jumlah puluhan pohon sejak sekitar tahun 2002.
Keberhasilan Komari menanam ganitri kontan saja diikuti oleh tetangganya dengan turut menanam ganitri. Hasil ganitri dari pekebun di Desa Dondong disetor kepada Komari sebagai pengepul yang telah dipercaya oleh eksportir dari Jakarta.
Mustolih tengah menunjukan pohon ganitri yang sudah mulai berbuah
Sementara Mustolih (33) warga Desa Dondong, yang juga anak pertama Komari mengikuti jejak ayahnya dengan turut menanam ganitri di halaman dan belakang rumahnya. Bahkan lima bulan yang lalu Mustolih telah menanam sebanyak 200 batang pohon ganitri di kebunnya yang berada dilereng gunung. Selain mengelola kebun Mustolih juga menjual bibit ganitri yang dikembangkan sendiri menggunakan stek.
Berdasar informasi yang didapat CilacapMedia,Senin (19/11) harga bibit ganitri varietas unggul di tempat Mustolih bervariasi tergantung umur, bibit umur 5 bulan sejak penyambungan stek dengan tinggi antara 60 – 70 cm Rp 50.000 per pohon, umur 3 bulan tinggi 40 – 50 cm Rp 40.000 per pohon.
Teknik penanamannya tergolong mudah, dapat tumbuh disemua jenis tanah, jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. Sekitar umur 13 bulan pohon sudah mulai berbunga, namun belum sepenuhnya jadi buah karena masih banyak yang rontok. Dari umur 13 bulan hingga 2 tahun biasanya pohon berbunga sebanyak 4 kali dan diawali dari ranting bawah. Setelah berumur 2 tahun buah yang dihasilkan sudah normal, kalaupun ada yang rontok itu karena pengaruh hujan yang terus menerus.
Pohon ganitri umur 9 bulan
Mulai umur 2 tahun batang pohon bagian bawah dikeret seperti menyadap pohon karet, hal ini dilakukan agar buah yang dihasilkan kecil dan lebih tahan rontok.
Menurut penuturan Mustolih dalam 1 tahun normalnya bisa panen sebanyak 2 kali meski demikian ada panen susulan. “Proses dari bunga menjadi buah yang siap dipetik memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Usai dipetik buah direbus hingga kulit luar mengelupas kemudian siap disortir dengan ayakan untuk menetukan kelas berdasarkan ukuran,” tuturnya.
Harga buah ganitri kelas 1 dengan diameter 5 mm saat ini Rp 152 per biji, Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun, sementara buah ganitri kelas 10 dengan ukuran 9.5 mm harga berkisar Rp 11.000 per kg. Satu pohon ganitri umur 2 tahun bisa menghasilkan uang hingga Rp 500.000 sekali panen.
"Kalau buah jatuh karena mateng itu jualnya kiloan, harganya murah dan kadang tidak laku," ujar Mustolih sambil menunjukan pohon yang sedang berbunga kepada CilacapMedia.
Menurut Mustolih biaya pemeliharaan sebatang pohon ganitri relatif kecil. Mustolih hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman.
Oleh Wagino
Senin, 19 Nopember 2007 21:44
Pohon ganitri yang sedang berbunga
KESUGIHAN, (Cimed) - Banyak pilihan budidaya tanaman yang mampu menghasilkan rupiah. Bila anda mempunyai lahan pekarangan namun belum menghasilkan atau kalau pun menghasilkan hanya sekedarnya. Segera manfaatkan menjadi lahan yang menghasilkan rupiah yang tidak sedikit jumlahnya.
Salah satu pilihannya yakni budidaya ganitri atau mata dewa. Tercatat saat ini Cilacap tepatnya Desa Dondong, Kec. Kesugihan menjadi salah satu sentra dan pemasok buah ganitri untuk diekspor ke India.
Di Desa Dondong sedikitnya ada 70 pekebun yang tengah budidaya ganitri, namun yang tergolong petani besar hanya dua yakni Komari dan Alm. H. Tahrir dengan jumlah puluhan pohon sejak sekitar tahun 2002.
Keberhasilan Komari menanam ganitri kontan saja diikuti oleh tetangganya dengan turut menanam ganitri. Hasil ganitri dari pekebun di Desa Dondong disetor kepada Komari sebagai pengepul yang telah dipercaya oleh eksportir dari Jakarta.
Mustolih tengah menunjukan pohon ganitri yang sudah mulai berbuah
Sementara Mustolih (33) warga Desa Dondong, yang juga anak pertama Komari mengikuti jejak ayahnya dengan turut menanam ganitri di halaman dan belakang rumahnya. Bahkan lima bulan yang lalu Mustolih telah menanam sebanyak 200 batang pohon ganitri di kebunnya yang berada dilereng gunung. Selain mengelola kebun Mustolih juga menjual bibit ganitri yang dikembangkan sendiri menggunakan stek.
Berdasar informasi yang didapat CilacapMedia,Senin (19/11) harga bibit ganitri varietas unggul di tempat Mustolih bervariasi tergantung umur, bibit umur 5 bulan sejak penyambungan stek dengan tinggi antara 60 – 70 cm Rp 50.000 per pohon, umur 3 bulan tinggi 40 – 50 cm Rp 40.000 per pohon.
Teknik penanamannya tergolong mudah, dapat tumbuh disemua jenis tanah, jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. Sekitar umur 13 bulan pohon sudah mulai berbunga, namun belum sepenuhnya jadi buah karena masih banyak yang rontok. Dari umur 13 bulan hingga 2 tahun biasanya pohon berbunga sebanyak 4 kali dan diawali dari ranting bawah. Setelah berumur 2 tahun buah yang dihasilkan sudah normal, kalaupun ada yang rontok itu karena pengaruh hujan yang terus menerus.
Pohon ganitri umur 9 bulan
Mulai umur 2 tahun batang pohon bagian bawah dikeret seperti menyadap pohon karet, hal ini dilakukan agar buah yang dihasilkan kecil dan lebih tahan rontok.
Menurut penuturan Mustolih dalam 1 tahun normalnya bisa panen sebanyak 2 kali meski demikian ada panen susulan. “Proses dari bunga menjadi buah yang siap dipetik memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Usai dipetik buah direbus hingga kulit luar mengelupas kemudian siap disortir dengan ayakan untuk menetukan kelas berdasarkan ukuran,” tuturnya.
Harga buah ganitri kelas 1 dengan diameter 5 mm saat ini Rp 152 per biji, Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun, sementara buah ganitri kelas 10 dengan ukuran 9.5 mm harga berkisar Rp 11.000 per kg. Satu pohon ganitri umur 2 tahun bisa menghasilkan uang hingga Rp 500.000 sekali panen.
"Kalau buah jatuh karena mateng itu jualnya kiloan, harganya murah dan kadang tidak laku," ujar Mustolih sambil menunjukan pohon yang sedang berbunga kepada CilacapMedia.
Menurut Mustolih biaya pemeliharaan sebatang pohon ganitri relatif kecil. Mustolih hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman.
Rabu, 02 Februari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)